Torajaculture.com – Toraja di Sulawesi Selatan masih menekuni seni yang diwariskan turun-temurun. Tari Ma’Badong adalah salah satunya. Di negeri Toraja, jenis tarian tradisional ini merupakan bagian dari ritual suci. Tari Ma’Badong merupakan rangkaian prosesi Ma’Badong yang merupakan bagian dari upacara kematian rambu solo. Sebagai bentuk penghormatan kepada orang yang telah meninggal, keluarga yang mengikuti Ma’Badong harus mengadakan pesta. Suku Toraja perlu menghormati orang yang telah meninggal agar sejarah leluhur mereka tetap hidup. Masyarakat Toraja juga menganggap bahwa ritual Ma’Badong membuat mereka lebih religius dan bersatu sebagai sebuah masyarakat. Masyarakat Toraja percaya bahwa ritual Ma’Badong dapat mendatangkan kehidupan, berkah, keselamatan, serta rasa sakit dan penderitaan.
Sekilas Tentang Tari Ma’Badong
Seni Ma’Badong ditunjukkan melalui Tari dan lagu Bentuk seni ini dilakukan tanpa musik, tetapi mencakup syair-syair yang dimaksudkan untuk menghormati orang yang telah meninggal. Dalam beberapa syair seni Ma’badong, orang-orang yang ditinggalkan juga menulis syair-syair sedih. Ada empat jenis nyanyian badong yang dinyanyikan sesuai dengan apa yang mereka lakukan. Ada badong nasihat, badong ratapan, badong baris, dan badong selamat (berkah) di antara keempat syair tersebut.
Bahasa Toraja digunakan dalam semua syair Ma’badong. Untuk tarian ma’badong, setidaknya dibutuhkan tiga orang, tetapi jumlah penarinya bisa berapa saja, bahkan ratusan. Tidak mengherankan jika kesenian ini sering dilakukan di ladang-ladang. Orang-orang yang mengambil bagian dalam kesenian Ma’Badong disebut Pa’Badong. Mereka adalah laki-laki dan perempuan, dewasa muda dan orang tua. Pa’Badong berpakaian hitam dan mengenakan sarung hitam. Namun terkadang Pa’Badong mengenakan pakaian adat Toraja.
Seiring berjalannya waktu, orang-orang yang memainkan badong akan tetap semakin lama semakin menyatu, membentuk lingkaran besar. Dalam kesenian Ma’Badong, bentuk bundar tersebut dikenal sebagai issung. Diperkirakan bahwa Issung adalah lesung dan lingkaran tersebut tampak seperti lesung bundar bagian atas. Mungkin ada lebih dari satu lingkaran penyanyi dalam ritual Ma’Badong. Disebut sangissung ketika hanya ada satu lingkaraN dan duangissung ketika ada dua lingkaran. Jika lebih dari satu kelompok lingkaran melakukan kesenian Ma’Badong, setiap kelompok akan memiliki pemimpin kelompoknya sendiri. Setelah beberapa saat, kelompok yang berbeda dapat menyanyikan lirik yang berbeda. Namun, lagu-lagu dari kelompok yang berbeda tidak bercampur atau tumpang tindih satu sama lain.
Gaya Kesenian Tari Ma’Badong
Dalam Ma’Badong, nyanyian cenderung menonjolkan pantulan vokal yang lebih sering terdengar dalam lagu. Hal ini menjaga ritme tetap konsisten dan harmonis. Gerakan Ma’Badong sangat mudah dipelajari dan dapat langsung dilakukan. Saat menyanyikan lagu badong, Pa’badong berdiri dalam lingkaran dan berpegangan dengan jari-jari kecil saling melilit. Ada yang berjalan maju mundur sambil menggoyangkan badan agar lingkarannya mengecil. Kepala bisa bergerak maju mundur. Ada yang bergerak naik turun bahu. Begitu juga dengan lengan yang diayunkan maju mundur dari dada. Begitu juga dengan badan yang bergerak ke kiri kanan dan kaki yang diayunkan maju mundur.
Pa’Badong bergerak ke kanan untuk bertukar tempat, tetapi tidak berganti posisi. Terakhir, sebelum bubar, para penyanyi Ma’Badong melakukan nondo pua, yang berarti “lompatan besar”, dengan cara melompat ke kiri dan ke kanan. Penyanyi ritual kesenian Ma’Badong ini bisa melakukannya sepanjang malam jika mereka mau dan sudah ahli melakukannya. Sebelum orang yang sudah meninggal dibawa ke kuburan, dilakukanlah tarian Ma’badong. Tidak ada batasan di mana atau berapa lama pertunjukan ini bisa berlangsung.
Waktu untuk Melakukan Tari Ma’Badong
Sebaliknya, untuk ritual yang berlangsung hingga tengah malam, para pria biasanya menyanyikan Ma’Badong. Karena mereka bisaagar tidak mudah tertidur dan tidak keberatan mengerjakan pekerjaan rumah. Namun, tari Ma’badong paling sering dilakukan pada sore dan malam hari. Tari ini dapat dilakukan kapan saja. Anda tidak boleh hanya menari seperti ini, karena Anda tidak dapat melakukannya jika tidak ada yang meninggal. Ini telah menjadi ketentuan standar Totaja sejak lama. Jika tidak ada yang meninggal, itu berarti semua orang setuju bahwa seseorang akan meninggal.
Sayangnya, orang-orang, terutama orang muda, menjadi kurang tertarik pada bentuk seni ini. Jadi, untuk menjaganya di berbagai tempat, dibuatlah kelompok Pa’Badong yang dapat dipanggil bersama ketika ada pemakaman. Meskipun, orang-orang mulai melakukan bentuk seni ini untuk alasan uang alih-alih hanya untuk menunjukkan kesedihan dan doa untuk saling menghibur, yang merupakan tujuan awal tarian ini. Namun ketika orang Toraja tidak di rumah, mereka melakukan badong tanpa alasan, yang berbeda dengan Tanah Toraja, Di sinilah badong diciptakan. Orang-orang Pa’Badong dijanjikan makanan, minuman, dan rokok, tetapi mereka juga biasanya meminta uang, babi, atau kerbau sebagai imbalannya.
Penutup
Memahami Tari Ma’Badong Tanah Toraja membuka jendela ke dalam kekayaan budaya dan tradisi yang mendalam. Setelah mengeksplorasi keunikan dan keindahan tarian ini, jelas bahwa Tari Ma’Badong bukan hanya sebuah pertunjukan, tetapi juga sebuah bentuk seni yang penuh makna dan nilai historis. Transitioning dari sekadar menonton menjadi memahami makna di balik setiap gerakan akan meningkatkan apresiasi Anda terhadap tarian ini.
Lebih jauh lagi, memasukkan pengetahuan tentang Tari Ma’Badong Tanah Toraja ke dalam pengalaman budaya Anda akan memberikan perspektif baru tentang keanekaragaman budaya Indonesia. Dengan memahami konteks dan simbolisme dari tarian ini, Anda dapat lebih menghargai setiap detail dan makna yang terkandung di dalamnya. Jadi, saat Anda melanjutkan perjalanan budaya Anda, ingatlah bahwa Tari Ma’Badong adalah contoh indah dari tradisi yang hidup dan terus berkembang.
RELATED POSTS
View all