Toraja Culture

Tradisi Ma’Lettoan

September 14, 2024 | by torajaculture.com

Tradisi Ma’Lettoan

Pendahuluan

Toraja Culture – Masyarakat Toraja memiliki adat yang unik dan menarik yang disebut tradisi Ma’Lettoan atau Lettoan. Seringkali, acara ini berlangsung sekitar Hari Bersyukur atau hari libur besar lainnya seperti Natal. Orang Toraja dikenal karena banyaknya adat dan upacara mereka. Mereka tetap berpegang pada tradisi dan cara hidup yang diajarkan oleh nenek moyang mereka sejak lama.

Salah satu adat yang paling terkenal adalah upacara Rambu’ Solo, yang merupakan cara untuk menghormati seseorang yang telah meninggal. Selain upacara Rambu’ Solo, ada acara lain yang disebut upacara Rambu’ Tuka yang tidak kalah menarik.

Sementara upacara Rambu’ Solo adalah cara untuk mengucapkan selamat tinggal, upacara Rambu’ Tuka adalah cara untuk mengucapkan terima kasih. Ada Tradisi Ma’lettoan yang merupakan bagian dari Upacara Rambu Tuka. Pawai rumah tradisional Tongkonan dengan babi di dalamnya adalah salah satu adat yang paling menarik. Ini dimaksudkan sebagai cara untuk menunjukkan rasa terima kasih dan persaudaraan.

Sejarah Tradisi Ma’Lettoan

Dalam artikel jurnal UNM “Ritual Makletoan Bai dalam Acara Mangrara Banua di Desa Lolai, Kabupaten Toraja Utara,” dituliskan bahwa tradisi Ma’lettoan berasal dari nenek moyang masyarakat Toraja dan diwariskan dari generasi ke generasi. Selama acara mangrara banua (upacara syukur), adat ini tetap dilestarikan.

Bahasa Toraja memiliki kata untuk sebuah kotak yang terbuat dari bambu yang digunakan untuk menampung hewan yang disembelih sebagai korban. Pada langkah selanjutnya, janur, daun tabang, dan sirri-sirri (daun croton) digunakan untuk menghias kotak. Kotak Lettoan memiliki bentuk yang mirip dengan rumah adat Toraja (Rumah Tongkonan).

Apa arti Ma’Lettoan Bai? Itu berarti menempatkan pengorbanan hewan (sebuah babi) dalam kotak lettoan dan kemudian mengelilingi babi tersebut di sekitar keluarga selama upacara Thanksgiving. Orang-orang mengatakan bahwa praktik Ma’Lettoan Bai dimulai dengan adat Toraja. Ini berarti bahwa ritual Ma’Lettoan telah ada sejak nenek moyang orang Toraja pertama dan telah diwariskan dari mereka kepada anak-anak dan cucu-cucu mereka hingga saat ini.

Prosesi Ritual Ma’Lettoan

Dalam budaya Toraja, Upacara Ma’Lettoan tidak dilakukan tanpa pemikiran yang mendalam. Ini karena praktik ini dianggap mewakili kebesaran. Untuk mengikuti ritual Ma’Lettoan ini, Anda juga memerlukan banyak uang, seperti untuk membeli seekor babi. Karena ini, upacara ini hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang memiliki uang untuk melakukannya. Saat mengikuti kebiasaan ini, penting juga untuk mengingat aturan dan langkah-langkah yang berlaku. Berikut adalah beberapa tahap dalam tradisi Ma’Lettoan:

Diawali dengan Mangrara Banua

Ada ritual Banua mangrara yang dilakukan sebelum upacara Ma’Lettoan. ‘Rara’ berarti darah dalam bahasa Toraja. Mangrara, yang berarti “darah hewan yang menetes,” adalah tindakan membunuh seekor hewan (babi) sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan atas kehadiran-Nya dan berkat yang diberikan.

Setiap keluarga biasanya merayakan acara Mangrara Banua dengan cara mereka sendiri. Kelompok yang berbeda berpesta selama waktu yang berbeda. Beberapa bertahan satu hari, dua hari, atau tiga hari.

Ada juga berbagai hal yang dilakukan pada setiap hari ini, seperti mentomaua dan ma’pasitama, yang berarti mengumpulkan seluruh keluarga besar untuk memperkuat ikatan persaudaraan. Mereka juga menanam pohon cendana di halaman sebagai bagian dari prosesi ma’pabenda tadoran.

Jumlah babi yang disembelih pada acara Mangrara Banua tergantung pada berapa hari perayaan berlangsung dan seberapa banyak uang yang dimiliki keluarga.

Prosesi Tahapan Ma’Lettoan

Selanjutnya, komunitas memulai upacara Ma’Lettoan Baik setelah acara Mangrara Banua selesai. Ini adalah langkah-langkah dalam prosesnya:

1. Digaragan Lettoan (pembuatan lettoan)

Lihatlah. Proses pembuatan lettoan disebut lettoan. Model letoan yang dibuat oleh setiap keluarga juga berbeda.

Beberapa orang membuat lettoan dengan satu, dua, atau bahkan tiga tingkat. Setelah lettoan dibuat, janur, daun tabang, dan sirri-sirri (daun croton) ditambahkan untuk menghiasnya.

Lettoan ini kadang dihiasi dengan maa’, sejenis kain Toraja yang dibuat secara tradisional, dan sebilah parang Toraja yang dibuat secara tradisional.

2. Dibulle(diarak)

Setelah lettoa dibuat, ia dibawa ke halaman rumah tempat upacara berlangsung. Orang-orang yang membawa lettoan juga diatur berdasarkan kelompok keluarga, dengan orang-orang tertua di depan dan yang lebih muda di belakang.

Adalah hal yang umum bagi seseorang untuk duduk di atas lettoan ini dan memainkan alat musik. Adapun Pa’pono-poni, pa’pelle, atau Pa’Barrung, itu adalah alat musik tiup berbentuk terompet yang terbuat dari batang padi.

Banyak orang menyanyikan lagu dan bersorak saat mereka mengangkat Lettoan ini. Menyanyikan lagu adalah seni Ma’Bugi, yaitu membuat suara dan bergerak sambil berjalan.

3. Dirempun (dikumpulkan)

Setelah tandu Lettoan selesai, babi-babi yang akan digunakan sebagai korban ditangkap. Sebagian besar waktu, sebuah kandang sementara didirikan di halaman rumah.Pada titik ini, ada juga acara seni seperti Manimbong untuk pria dan Ma’dandang untuk wanita. Manimbong adalah acara menyanyi di mana orang-orang memuji Tuhan. “Ma’dandan” berarti menunggu antrean untuk wanita.

4. Digere (disembelih)

Dalam parade terakhir acara Ma’Lettoan, babi disembelih dan dagingnya diberikan kepada keluarga dan teman-teman. Daging babi juga dipotong dan dibagikan berdasarkan kelas sosial komunitas.

Makna Filosofi dalam Tradisi Ma’Lettoan

Bagi masyarakat Toraja, tradisi Ma’Lettoan adalah bagian dari praktik kuno yang masih dilestarikan hingga hari ini. Sebagai hasil dari kepercayaan Aluk Todolo, praktik ini masih tetap kuat. Memberikan rasa syukur kepada Sang Pencipta atas semua hal baik yang telah terjadi adalah inti dari tradisi Ma’Lettoan. Seringkali ketika seseorang telah selesai membangun rumah baru.

Manfaat lain dari praktik ini adalah bahwa ia membantu keluarga tetap dekat seperti teman. Ini jelas terlihat dari fakta bahwa banyak keluarga yang ikut serta dalam parade ritual Ma’Lettoa. Untuk acara ini, ornamen lettoan juga dibuat terlihat menyenangkan. Melalui tampilan dan warna seperti kuning, yang melambangkan kebahagiaan. Pengaturan di acara rambu solo, yang merupakan acara yang menyedihkan, tidak sama dengan ini.

RELATED POSTS

View all

view all